Senin, 28 Mei 2018

GENERASI LEMAH, KATAMU

Mei 28, 2018
Generasi buruk, katamu? Generasi lemah katamu?
Banyak orang yang menyayangkan perkembangan generasi masa kini, generasi millenials, generasi micin, dan sebutan umpatan lainnya. Lalu, Salah siapa?
Yo salahmu!

Ketika anak dikekang untuk main di luar, ketika dari kecil sudah di didik dengan perlakuan lemah lembut, ketika dari lahir sudah dekat dengan mudahnya dimaafkan, ketika  salah justru malah dilindungi.

Perkembangan suatu generasi tidak mutlak langsung kontrasl ke generasi lainya, tapi perkembangan pola generasi tumbuh seara perlahan yang memakan banyak waktu. Anak umur 18 tahun tidak mutlak beda dengan anak umur 20, dan seterusnya. Mereka tumbuh secara perlahan, secara bertahap dari masa ke masa.

Pola pendidikan orangtua pun demkian, tidak sedikit yang bertambah dan memang ini pergerakan zaman, orangtua zaman dahulu,  mendidik anaknya dengan keras, kebanyakan dengan kontak fisik jika mereka melakukan kesalahan. Dasar dari semua pendidikan itu adalah kejujuran dan kebenaran. Sekarang, para generasi X itu yang sudah menjadi orangtua, tidak ingin melakukan hal yang pernah ia alami karea ia tahu rasanya, ia tahu rasa sakitnya ketika harus dipul sapu kalau melakukan kesalahan, ia pun menerapkan system kasih saying yang luar biasa pada anaknya. Ya begitulah zaman terus berubah, pola pendidikan juga terus berubah. Lalu sekarang kau sebut mereka itu lemah?!

Saya tak habis piker betul, karena perkembangan suatu generasi pastinya tidak lepas dari generasi2 sebelumnya, Seorang anak pastinya juga bergaul dengan kakaknya, orangtuanya, kakek nenek. Yang semua itu berbeda generasinya. Pasti hal yang di tangkap anak itu juga berbeda, dan itu bersatu menjadi sifat anak itu.

Sebuah riset mengatakan, dulu sebelum millennium baru, system makan di meja makan itu, semua orang tidak akan makan duluan sebelum ayah mereka makan, itu adalah bentuk penghormatan kepada orangtua yang mana aya juga seorang kepala keluarga. Zaman berganti pola makan pun berganti, tahu bagaimana? Ya, ayah tidak akan makan duluan daripada anak. Pada zaman ini, orangtua sadar bahwa anak ada penerusnya dan apapun yang terbaik hanya untuk anaknya, say amah gampang, pikirnya. Tahu dampak dari perbedaan system makan bersama ini? Pada zaman dahulu tentu saja dengan seperti itu maka ayah adalah orang yang paling dihormati dan mungkin tidak akan dad yang berani dengan bbeliau. Dampak satunya? Ya kadang anak jadi ‘nranyak’ dengan orangtuanya, karena ia pikir, tidak apa – apa karena itu bukan sebuah keaslahn karena tidak ada dampak apa – apa ketika dia melakukan itu. Pada zaman ini mulai terbentuk anak yang ‘ora ngrumangsani’. Hal yang saya ceritakan ini bukan terjadi di 20 tahun belakang. Hal ini sudah berlangsung lama sekali sebelum itu.

Akhir akhir ini bnayk kasus yang seakan – akan orangtua membela anaknya karena ‘disiksa’ oleh orang lain, contohnya saja ketika anak di pukul sama guru, anaknya kena ayunan ang bahkan bukan hal yang disengaja. Lalu dengan gentlenya para orangtua itu berdiri di depan anaknya seoalah anak mereka tidak sedikitpun melakukan kesalahan. Ya, mereka berdiri di garis depan untuk meladeni siapapun orang yang mencoba menyentuh anaknya. Lalu kau sebut generasi mereka itu lemah. Kan jancuk.

Mereka tidak diberikan kesempatan untuk membela dirinya, mereka tidak diberi ruang untuk menghadapi apa yang terjadi padanya itu benar atau salah. Tahu, dampak dari semua itu? Anakmu jadi mereasa benar, dan ketika seorang anak sudah mencapai taraf ‘merasa paling benar’ ia akan menyalahkan orang lain utnuk hal yang berbeda yang dilakukan ornag lain. Tahu ketika mereka disalahkan karena sejatinya mereka memang salah? Mereka akan merengek padamu, karena kau adalah pahlawanya, yang menlindunginya ketika salah, maupun salah.

Lalu bagaimana? Biarkan anakmu berkembang, biarkan generasi baru untuk menghadapai zaman seara individual, agar mereka bisa menyaring apa yang terjadi padanya. Agar meraka dapat menyaring ‘apa yang salah, apa yang benar’ Agar mereka dapat memahami ornag lain, agar mereka dapat mengasihi orang lain, juga dengan tidak untuk mendahulukan egonya sendiri.

Biarkan anakmu jatuh sakit, biarkan juga anakmy mencoba hal yang baru dalam hidupnya, biarkan dia nakal karena kelakuanya yang bodoh, Agar ia tahu bagaimana rasanaya berjuang untuk sembuh, agar ia tahu nikmatnya ketika sehat, agar ia tahu bagaimana rasanya semua hal di dunia ini, karenanya ia dapat memahami semua yang diperjuangkan oleh orang lain, agar ia tahu bahwa nakal itu sebuah kebodohan, agar ia tahu bagaimana untuk bertindak tidak bodoh dan tidak jadi beban bagi orangtua mereka. Agar kau menyadari bahwa semua itu berujung padamu dan Agar ia tidak lagi kau sebut, Lemah.