Minggu, 26 November 2017

MENTAL EKONOMI



Hari itu sudah mulai gelap karena mendung mulai menggelayut di langit Malang, rasan rasane ndang pengen cepet mulih.

Jam 10an saya ‘genah’kan tugas besar gamtek yang bikin tidur tidak nyenyak itu, saya serahkan 6 5 tugas besar untuk di acc dan dinilai. Lalu langsung cus kosan siap siap dan pergi ke stasiun.

Rencana hari ini mau pulang ke jogja, sakjane ora kangen sih, tapi mumpung raono gawean wae ning malang. Di stasiun beli tiket, tapi dari surabaya (?). jadi ceritanya beli tiket surabaya-lempuyangan, pake sri tanjung jam 13.30.

Balik kos lagi langsung pancal surabaya, estimasiku 2 jam kurang udah sampe tapi ternyata berbeda-_- karena macet jadi 2 jam lebih + hujan. Akhirnya nggak bisa titip motor di kosan brian gek dalane suroboyo ki njlimeti tenann. Langsung cul stasiun, parkir, check in, eh lhah keretane langsung mangkat. Untung rasido parkir nggone brian.

Oke sakjne kui mau ra penting, yang mau saya ceritakan adalah ini.

Sri Tanjung, relasi Banyuwangi-Lempuyangan, kereta ekonomi berangkat 1 hari sekali, harga tiket Rp 94.000 (per nov 2017) model seat 3-2.

Sebenarnya keretanya tak ada bedanya dari lainya, sama saja. Tapi suasananya berbeda, iya. Kereta ekonomi yang notabenenya bukan tumpanganya orang oran mewah. Pertama masuk langsung disuguhkan keriuhan di dalamnya. Saya kalau naik kereta suka ngajak ngobrol samping kanan kiri depan, sebelum nanti tinggal tidur hehe. Bapak – bapak di kanan saya ini bersama keluarga besarnya, iya besar.. 7 orang dewasa beserta sekumpulan anak kecil yang riuh. Mau ke solo dari banyuwangi karna ada ewuhan sodaranya. Ibu – ibu depan saya mau ke jogja, ia asli banyuwangi tapi tinggal di mlati, jl magelang.

Selalu ada cerita di dalam kereta ekonomi, bukan kesepian seperti kereta level dia atasnya. Bagiku ekonomi punya daya tarik sendiri, seakan akan di dalamnya terdapat cinta antara sesama jiwa yang punya satu tujuan itu, antara masinis dan tuas kemudi, antara iler yang mengalir di sepanjang kaca jendela. Diiringi dengan mulai mendinginya ac rumahan itu.

Setiap berhenti di stasiun selalu ada saja yang keluar untuk ngudud karena nafsu yang tak bisa ditahan karena mulut yang semakin sepet karena kurang sebat.

Karena ini kereta yang melintas di jawa, dan pastinya ada orang jawa, selalu ada tipikal ciri ornag jawa, apaitu? Ngomongke ning mburi wkw.

Satu seat depan saya adalah bule yang kayaknya mau travelling ke jogja, dan sebrangnya adalah mahasiswa yang punya produk roti yang entah. Si mahasiswa itu mulai berbincang like a friend dengan si bule itu nawarin rotinya, gratis ya.

Orang jawa belakangnya keluar kata “ngopo kui?” “nawari roti londhone” “lhakok dewe ora?!” “lha kowe udu wong londho!”

Kereta terus meluncur di sepanjang rel yang licin karena memang sepanjang jalur hujan tak kunjung berhenti, seakan ;mengganggu pandang masinis dan membuat cemas apakah apa yang dikemudikanya ini akan berjalan dengan lancar?


Malang, 26 November 2017




Tidak ada komentar:

Posting Komentar