Selasa, 06 Oktober 2020

Negara Bergoblok

Oktober 06, 2020

 

bangkok art bienalle 2019

Rasa cinta itu menciptakan kepedulian, apa yang mereka cinta itulah yang diperjuangkan. Salam hormat dan salut untuk kawan – kawan.

 

Nak, pada hari bapakmu hidup hari ini semua berjalan sangat bahagia, di jalan banyak orang berlalu lalang dengan senyum sumringah karena rejeki telah datang padanya.


Mereka yang sakit telah banyak dibantu dan bersyukur akan hal itu. Semangatnya menambah seiring dengan kepedulian antar manusianya. Kepedulian dari atas yang dirawat baik oleh akar rumput.

 

Hari ini semua orang bisa makan enak dengan tanpa memikirkan lagi untuk apa dia hidup dan mengapa dia harus hidup, juga darimana rejeki yang datang untuk esok hari. Semua merasa aman dengan apa yang dipersembahkan tuhan hari ini.

 

Hari ini semua berjalan normal, pekerja tetap bekerja seperti biasa, dari pagi sampai sore. Berharap di akhir pekan bisa bertamasya dengan anak istri tentunya dengan bonus gaji karena prestasi mereka kemarin hari.

 

Tak ada tensi antar sini dan sana, semua bersaudara tanpa ada intensi di balik tindakan yang dilakukan. Semua berjalan sangat normal dan sangat baik. Tak ada istilah pendukung sini ataupun pendukung sana. Mereka tak perlu karena memang tujuan hanya satu dan saling rawat adalah caranya.

 

Tak ada lagi teriakan para pemilik tanah karena diambil paksa oleh segelintir orang ataupun sebesar organisasi legal. Itu sudah cerita lama nak, kini tiap pemilik tanah berdiri di atas tanahnya sendiri.

 

Sore tadi bapak melihat tetangga sekeluarga berjalan pelan penuh hikmat menuju tempat ibadah mereka bersapaan dengan tetangga yang lain dengan sarung menggelambir di pundaknya. Ternyata memang tidak ada perselisihan, atau.. kata apa itu?

 

Negeri bapak hari ini dipimpin oleh seorang yang sangat dijunjung oleh rakyatnya, orang yang berwibawa dan mengerti rakyatnya. Kini tak ada lagi berjubel orang di depan gedung putih. Kami aman, kita semua aman.

 

Tak ada lagi penanya yang setiap minggunya bertanya akan pertanyaan puluhan tahun, tentang jawaban yang tak kunjung diberikan. Pertanyaan tentang ketidakpastian yang  meresahkan karena tanpa jawaban, maka pertanyaan - pertanyaan lain hanya menunggu untuk dimunculkan. Pertanyaan itu kini telah terjawab, bahkan sejak lama lalu. Kini mereka telah kembali ke rumah, hidup biasa saja tanpa pertanyaan haram memutar di kepala. 


Suara kami tak lagi dibungkam karena bukan seperti itulah kehidupan bernegara di negeri bapak. Tak ada lagi kepentingan golongan di atas kepentingan kami, taka da saudara kami yang hilang dan entah kemana mereka atas ucapan yang mereka berikan.

 

Tak ada lagi tokoh wakil kami, mereka memuakkan dan kami pecat saja. Kini hidup terasa lebih damai, kami bisa hidup sendiri dengan duduk bersila memutar satu suara.

 

Oh anakku, jikalau bukan tahun ini kamu baca tulisan ini ulangi lagi tahun depan sampai saatnya terjadi. Jika belum, ulangi lagi sampai nanti. Wariskan dan jadikan semangat untuk hidup nantinya. Aku yakin, kita sampai pada masa, walau pelan.

 

Yogyakarta, 6 oktober 2020

Senin, 05 Oktober 2020

Aku Merasa Padahal Aku Tak Disana

Oktober 05, 2020

 

bangkok art bienalle 2019

Kita sudah berjalan terlalu cepat sampai kita lupa bahwa waktu akan tetap berputar 24 jam sehari.

 

Hidupku kini berada pada jalan lapang tanpa hambatan, seakan aku bisa meakses semuanya, seakan aku dapat mendapat segalanya hanya dalam sekilas pandang ataupun sekilas sentuh. 

 

Kita pembosan, atas segala sesuatu yang terlalu cepat, orgasme dalam waktu yang singkat, lalu beranjak lagi, mencari hal baru lagi mencari hal seru lagi. Kita lupa bahwa ada hal yang hilang dari apa yang kita lupakan. Ada hal yang kita sengaja tinggal karena mereka terlalu lamban atau tidak membangun. 

 

Hidupku kini serba cepat dan instan, yang ketika aku tidak bisa dapatkan, maka akan membangun emosiku untuk mempuk seisi pikiran negatif. Kenapa tidak? Biasanya aku dapatkan sesuatu hanya dalam sekitas sentuh.

 

Pikiranku terbangun atas apa yang dipertontonkan setiap hari. Kini semuanya masuk ke dalam kepalaku, tanpa filter dan tanpa pikir untuk kedua kalinya. Sepotong kalimat, sebaris cerita, ataupun satu buah ekspresi melambungkan emosiku lalu untuk kemudian aku mulai dijatuhkan secara perlahan sehingga sakit itu terasa karena sangat pelan. Tapi tak jarang dibanting secara tiba tiba sampai berceceran pun apa yang kudapatkan sebelumnya.

 

Kini emosi dibangun atas hal yang semu dan tak tahu tentu, empati terbentuk atas dasar ketikan jari. Kita dibuat seakan kita berada padahal tak meminta. Mendengarkan padahal tak disana. Merasakan padahal tak bersama. Hari ini semua indera bekerja dengan sangat baik. Dengan sangat jelas pun teliti, dengan muara yang sama, menumpuk dan menunggu waktu untuk runtuh.

 

Oh.. apakah hidup modern adalah seperti ini. Ketika temu tak jadikan rasa. Ketika rasa tak jadikan cinta. Dan ketika hubungan hanya sebatas materi dan aktualisasi diri.

 

Yogyakarta, 6 Oktober 2020