bangkok art bienalle 2019 |
Kita sudah berjalan terlalu cepat sampai kita lupa bahwa waktu akan tetap berputar 24 jam sehari.
Hidupku kini berada pada jalan lapang tanpa hambatan, seakan aku bisa meakses semuanya, seakan aku dapat mendapat segalanya hanya dalam sekilas pandang ataupun sekilas sentuh.
Kita pembosan, atas segala sesuatu yang terlalu cepat, orgasme dalam waktu yang singkat, lalu beranjak lagi, mencari hal baru lagi mencari hal seru lagi. Kita lupa bahwa ada hal yang hilang dari apa yang kita lupakan. Ada hal yang kita sengaja tinggal karena mereka terlalu lamban atau tidak membangun.
Hidupku kini serba cepat dan instan, yang ketika aku tidak bisa dapatkan, maka akan membangun emosiku untuk mempuk seisi pikiran negatif. Kenapa tidak? Biasanya aku dapatkan sesuatu hanya dalam sekitas sentuh.
Pikiranku terbangun atas apa yang dipertontonkan setiap hari. Kini semuanya masuk ke dalam kepalaku, tanpa filter dan tanpa pikir untuk kedua kalinya. Sepotong kalimat, sebaris cerita, ataupun satu buah ekspresi melambungkan emosiku lalu untuk kemudian aku mulai dijatuhkan secara perlahan sehingga sakit itu terasa karena sangat pelan. Tapi tak jarang dibanting secara tiba tiba sampai berceceran pun apa yang kudapatkan sebelumnya.
Kini emosi dibangun atas hal yang semu dan tak tahu
tentu, empati terbentuk atas dasar ketikan jari. Kita dibuat seakan
kita berada padahal tak meminta. Mendengarkan padahal tak disana. Merasakan padahal tak bersama. Hari ini semua indera bekerja dengan
sangat baik. Dengan sangat jelas pun teliti, dengan muara yang sama, menumpuk dan menunggu
waktu untuk runtuh.
Oh.. apakah hidup modern adalah seperti ini. Ketika temu tak jadikan rasa. Ketika rasa tak jadikan cinta. Dan ketika hubungan hanya sebatas materi dan aktualisasi diri.
Yogyakarta, 6 Oktober 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar