Senin, 16 April 2018

RIVERSIDE RESIDENCE

Rumahku terletak di kampung Prawirodirjan, pinggir sungai code. Di kecamatan Gondomanan

Ancer – ancernya dari purawisata lurus ke timur aja mentok sampai turunan lalu ke utara.

Rumahku ini adalah rumah simbah sanden, konon katanya daerah yang ku tempati saat ini adalah ledok (rawa) makanya prawirodirjan sering disebut ledok prawirodirjan. Oiya, aku kurang tahu sejarahnya tapi yang membangun rumah disini bukan hanya simbah sanden, tetapi juga ada beberapa keluarga besarku yang sama asalnya dari sanden. Jadi di kampung ini aku punya saudara.

Dulu awalnya yang nempatin rumahku ini bapak, waktu itu bapak usia SMA dan karena bapak sekolah di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, makanya bapak tinggal di sini, tapi setahuku bapak tidak tinggal sendiri, ada beberapa orang sanden yang orangtuanya nitip ke simbah untuk nunut tinggal di rumah simbah, jadi bapak tinggal dengan beberapa ornag sanden.

Kata mbakku, dulu waktu aku belum lahir rumahku ini dibilangnya menggenaskan, belum dipasang plafon dan lepo (lapisan semen dinding, tapi itu sampai sekarang). Jadi dulu waktu mbakku masih kecil waktu tidur suka ketrocohan kalau hujan.

Pokoknya waktu aku mulai lahir, mulai terjadi revolusilah di rumah ini, lantai yang semua tegel lalu di keramik, dipasang ternit, setengah dinding di keramik, dan masih banyak lagi.

  • ·       Orientasi
Oiya mengenais struktur, kalau dari pengamatanku rumahku ini tidak ada besi bertulangnya di ujung – ujung tembok, jadi dibuat semacam pilar yang ukuranya lebih besar dari dinding dan lantainya dulu masih pakai tegel (sampai aku masuk sd lalu di keramik)

Dulu rumahku yang sekarang aku tinggali hanya setengah dari luas sekarang, sisanya kebun, dulu ada 2 pohon mangga besar yang kayaknya cukup menyeramkan. Yang satu ditebang saat terjadi revolusi untuk dibangun kamar tidur dan kamar mandi. Jadi sekarang tanah lapang di balakang hanya tinggal sedikit, sekitar 3x6 meter saja.

Halaman depan rumahku dulu ada pagar, tetapi dari wit teh – tehan, biasanya dipakai untuk memagari rumah di desa – desa, entah kenapa selama tinggal di rumah kampung itu, hanya rumahku yang memakai wit teh – tehan, sama dulu ada pohon kaktus besar sekali di sisi timur rumah, yang akhirnya membuatku cedera(?) karna pohon kaktus ini sangat subur dan membahayakan akhirnya sama bapak dipangkas habis. Oiya pagar wit teh – tehan juga sudah nggak ada sekarang.

Halaman depan rumahku kini dibangun dengan konsep cakruk, itu impian ibuk dulu untuk membangun cakruk dengan lincak dan kenthongan, ayak ayak wae.

Sekitar 2 tahun lalu sisa halaman depan di keramik sema bapak dan di payungi galvanum agar nggak kehujanan J

Ngomong – ngomong soal pembangunan, rumahku ini adalah rumah yang berkembang menurutku, bukan rumah yang sudah jadi lalu ditempati. Dan dalang dibalik pembangunan itu ya bapak.

  • ·       Kebiasaan rumah
Posisi furniture di rumahku ini nggak pernah stuck di tempat, setiap 2 tahun sekali pasti bapak pindah pindah untuk mengganti letak, entah itu tv, kulkas, meja makan, lemari, dsb. Jadi hari hari kami tidak monoton hanya memandang letak yang sama sealamanya.

Kami punya meja makan, tetapi tidak pernah digunakan. Kami punya satu set meja makan dengan meja dan 4 kursi. Tetapi kebiasaan kami yang suka makan bersama setelah ibuk/bapak masak langsung ditaruh di lesehan di depan tv, ambil piring, minm dan segala weapon makan lainya, duduk melingkar lalu makan sambil berbincang. Setelah makan kebiasaan buruk kami yaitu, kadang berjam – jam piring kotor di tengah ruang bersama.

Karna kami tidak punya sofa di tempat nonton tv, kasur busa yang nggak kepakai kadang sebagai gantinya, dipindahkan ke ruang nonton tv lalu untuk tidur sambil nonton tv.

  • ·       Anak ketiga
Kami, punya anggota keluarga lain selain bapak, ibu, mbak ipah, dan aku. Setiap hari kami memberinya makan, minum, tempat tinggal. Tapi itu bukan berarti kami mengharapkan kehadiranya. Kadang juga jengkel kalau lihat dia, kadang juga takut dan kadang menyebalkan. Dia hanya butuh waktu perlu saja dan menghilang waktu nggak perlu. Tapi yang perlu diketahui, dia bukan manusia. Palagi kalau bukan tikus. Tapi untungnya tikus di rumah ini hanya makan makanan dari tempa sampah, walau kadang sedikit menyemil lemari, kabel, dan benda – benda abstrak lainnya, bukan tikus yang suka makan uang rakyat, ahah.

Rumah ini menyimpan banyak kenangan dan banyak perjuangan. Mungkin setiap orang yang ditanya pasti akan bilang kalau rumahnya paling bagus, mungkin jika yang menjawab tidak dia kurang bisa mensyukuri apa yang Allah berikan. Rumah bukan hanya soal materi, bukan soal perabot, bentuk, warna dan semacamnya. Di dalamnya terkandung cinta kasih, kekeluargaan, perjuangan, dan kegagalan.

Apa guna rumah kalau tidak ada semua itu di dalamnya, ketika rumah hanya berisi benda – benda mati yang tak bernyawa, yang tak punya rasa dan kasih sayang. Mungkin tidak akan krasan untuk tinggal di rumah seperti itu.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar