Senin, 25 September 2017

CAH MBELING BERANJAK DEWASA





Ia hanya seorang anak “mbeling”. Lahir di akhir jaman 90an, atau jaman millenial. Ia hidup dan berkembang dalam keluarga sederhana yang penuh kehangatan dalam setiap sisi kehidupanya. Di gubuk kecil di pesisir kali ia mengasihi kehidupan. Hari – hari kecilnya dilalui dengan sangat gembira. Pit – pitan, layangan, nekeran, delikan, nggabur doro, boi – boinan, bal – balan, dan banyak kenangan tanpa gadget ditangan.

Tak jarang ia pulang dengan sikil yang sobek kena beling, tangan yang ketusuk duri kaktus, bonyok di kedua dengkulnya, ataupun bibir sobek karna jatuh. Semua yang takbisa kembali terjadi, dan hanya ia yang tahu bagaimana ke-asyikan kenangan itu.

Ia hanya anak biasa dari keluarga biasa, di-didik dalam keluarga yang agamis. Ia yang diajak saliman dengan orang yang lebih tua tidak mau, yang kalau foto dengan gaya nge-shuvit, ataupun yang kadang suka menangis kalau minta makan, mungkin ya hanya karna makan itu ia menangis.

Kehidupan kecilnya dipenuhi kasih sayang dari setiap tetangganya, karna memang ia hanya tinggal di sebuah kampung kecil dengan kekeluargaan di setiap tingkah lakunya, yang ketika kata apatis tidak ada di kamusnya.

Aak, begitu panggilan yang tersohor ke eluruh penjuru tetangga maupun keluarga. Itu karena dulu ia senang menirukan gaya aak gym saat berdakwah.

Soto, adalah kekasih pertamanya, sampai sekarang. Entah itu lenthok, lamongan, kudus, sulung, ataupun soto rumah.

Time flies so?

Kini ia tumbuh dewasa dengan perubahan tingkah laku, dengan perubahan budaya pada dirinya. Menjadi semakin mandiri dan semakin menjadi sombong. Kehidupan dunia kadang membutakan matanya. Menjadikan ia tak memikirkan selain dirinya.

Banyak ideologi telah masuk dalam pikiranya, yang kemudian juga punya andil besar dalam buat pemikiranya. Dari buku - buku biografi tokoh inspirasinya, telah banyak mengubah jalan pemikiranya pun. Tetapi ia tetaplah dirinya sendiri seperti kata berdikaribook


"Aku baca karya Bakunin, kau tuduh aku Anarkis.
Aku baca karya Marx, kau tuduh aku Marxis.
Aku baca karya Hitler, kau tuduh aku Fasis.
Aku baca karya Sukarno, kau tuduh aku Sukarnois.
Aku baca karya Tere Liye, kau bilang cieee...
Percayalah, aku adalah aku. Aku tidak bisa menjadi
seperti kamu atau seperti apa yang aku baca.
Aku dan Kamu marilah mewujudkan dunia
di mana aku tetap menjadi aku,
dan kamu tetap menjadi kamu."

Ia punya banyak teman dari kepandainya berbicara dan merangkai kata ketika bertemu orang baru. Buktinya, yang tercatat ia sudah punya lebih dari 1000 teman di facebook, yang kini sudah mulai ia kurangi. Karna memang banyak yang tidak kenal, he he.

Dari mbrojol sampai dapat ktp ia hidup dalam kehidupan yang sama, berulang tiap hari, dan selalu itu. Mungkin sifatnya sudah terbentuk dan mungkin sudah tidak akan berubah lagi, atau hanya sedikit sekali.

Kini ia hidup di tempat yang baru dengan kehidupan dan siklus hidup yang baru dan berbeda. Orang – orang yang baru dengan sifat yang baru pula. Ia mencoba keluar dari zona nyamanya untuk survive, dan mencoba mempelajari kehidupan yang keras ini untuk kemudian dipelajari, dilalu, dan kemudian ia taklukkan.

Ia sudah tidak sebentar sejak roh memasuki jasadnya. Sekarang dalam teori psikologi mungkin bisa disebut dewasa, yang artinya sudah tidak remaja, tetapi belum tua, benar kan?. Ia harus bisa mikir sesuai kebeneran. Yang tak jarang berbeda pemikiran dengan generasi baby boomers, ataupun generasi X. Yang tidak lain orangtuanya sendiri.

Perbedaan generasi itu disertai perbedaan pemikiran. Yang artinya sekarang-lah saatnya ia mulai berpikir dan bertindak. Bukan hanya berpikir tanpa bertindak, atau bertindak tanpa berpikir.

Yang paling tidak kusuka dari bertambahnya umurku, orangtuaku juga semakin tua.

Malang, 26 September 1998-2017




1 komentar:

  1. Kunjungi blog saya! Follow segera! Jangan mau ketinggalan tutorial-tutorial seru dan aneh dari blog saya!
    https://nobasa-basi.blogspot.co.id/?m=1

    Hahaha syilit...

    BalasHapus