Kamis, 21 Desember 2017

KEKUATAN DOA


  
Bandai Neira selalu saja bikin tulisanku lebih lancar. Sebenarnya sudah lama ingin menulis tema ini, tetapi selalu saja tak ada waktu untuk tulisan yang akan jadi panjang ini. Mumpung bertepatan dengan hari ibu

Entah sudah berapa tahun dari tahun – tahun terberat ibuk. Sebuah peristiwa yang sangat mengguncang hati dan mental tentunya. Masih ingat jelas sekitar tahun 2007, saya masih duduk di kelas 3 atau 4 sd lupa. Sudah tak terhitung lagi berapa uang yang dikeluarkan, berapa tenaga yang dilampiaskan, dan berapa doa yang telah dipanjatkan. 

Ibuk saya namanya Siti Bakhriyatie, ibuk punya 2 tanggal lahir yang satu 1 juli 1964 yang satunya lupa hehe yang jelas itu untuk mendaftar di smp dulu katanya. Ibuk lahir di Bleberan, Banaran, Galur Kulonprogo. Sebuah desa di pinggiran sungai progo di pesisir pantai trisik. Sebuah desa di ujung tenggara Kulonprogo.

Ibuk adalah 7 bersaudara. Dengan 2 orang perempuan dan 5 orang laki – laki. Ibuk saya anak ke-4. Ibuk saya adalah seorang yatim karena dulu simbah saya ditembak perampok saat rumah ibuk saya dirampok. Waktu itu ibuk saya baru di bangku sd, kakak tertua masih smp. Tahun ke tahun simbah saya menghidupi ke 7 anaknya, dari hasil panen sawah. Saya yakin waktu itu simbah punya mental baja. Dan saya yakin ibuk saya juga mewarisi mental simbah saya.

Ibuk dibesarkan dalam lingkungan yang islami, karena memang keluarga simbah saya kebetulan keluarga yang muhammadiyah abis, karena juga simbah saya masih satu bapak dengan AR Fakhruddin. Jadi ya memang kehidupan ibuk dilatar belakangi muhammdiyah.

Ibuk sekolah di Sd Muhammadiyah Banara, lalu lanjut ke SMP 1 Galur, Lalu sekolah di jogja di SMA Muhammadiyah 1 Yk, ibuk melanjutkan kuliah di IKIP Muhammdiyah. Lalu Sempat kerja di Dinas Pendidikan Wates, lalu dipindah tugaskan di Kepatihan DIY, lalu Dipindahtugaskan ke Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, sampai sekarang. 

Ibuk orangnya ulet, rajin, tekun, teliti, perfeksionis, tetapi kemrungsung, konvensional, khawatiran, wkwk. Oiya ibuk saya suka menulis, semua hal ibuk tulis di buku jurnalnya yang teng tlecek. Mulai dari pengeluaran keluarga tiap minggu, agenda tiap hari, hal – hal bersejarah (?). mungkin dari ibuk saya, saya jadi suka menulis. Ibuk saya sudah punya buku, dan sempat menang lomba menulis yang diadakan YKI. Tapi kalau membaca, lebih ke bapak saya, karena ibuk saya jarang membaca, walaupun buku selalu dibawa kemana – mana tetpi tidak dibaca. Kalau bapak saya memang suka membaca. Di rumah banyak buku, lebih tepatnya buku tafsir dan hadits. Tapi mungkin itu nggak menurun ke saya wkwk. Soon. 

Ibuk menikah dengan bapak yang berasal dari Sanden, Bantul di tahun 1988, kalau tidak salah ibuk dan bapak di pertemukan di IMM (ikatan mahasiswa muhammadiyah). Anak pertama yaitu mbak ipah (Afifah Millatina Ahsan) lahir tahun 1990. Anak kedua ibuk keburu diambil Allah saat masih dalam kandungan, tepatnya 1995. Ibuk bilang, itung itung buat tabungan di akhirat. Lalu anak terakhir yaitu saya, lahir September 1998 dengan sesar. Kata ibuk saya dulu waktu saya mendekati hpl sudah tepat posisinya. Tapi kemudian tiba – tiba posisinya jadi berubah dan nggakbisa kalau lahir normal. Hehe. Kata orang, anak yang lahirnya sesar itu pethakilan wkwk. Kata mbak ipah, dulu sebelum saya lahir kehidupan di rumah masih bersifat prihatin tapi setelah saya lahir jadi banyak barang – barang baru yang diperbarukan. 

Kami sekeluarga tinggal di pesisir kali code, kebetulan simbah saya dari bapak punya rumah di jogja jadi waktu bapak sekolah di jogja tinggal disini sampai sekarang. Di suatu kampung dengan kesederhanaan dan kekeluargaan di setiap tingkah lakunya. Ibuk selalu bilang, urip ning kampung ki rasah nggawe pager. Nggaweo pager hidup. Yang artinya ya tetangga itu adalah pagar paling efektif. Maka dari itu, bangunlah pagar hidup itu dengan perilakumu. Insyaallah tidak akan kerugian daripada itu. 

Bertahun – tahun sudah ibuk mendidik kami. Dari jaman habis maghrib tv selalu dimatikan dan harus ngaji, sampai sekarang hanya bisa WA, wes maem durung, ojo lali sholat, ngaji, poso. Ya memang waktu tak bisa diputar kembali, maka dari itu selalu syukuri saja nikmat hari ini. siapa tahu yang kamu benci hari ini adalah yang akan kamu cintai di masa mendatang.

Waktu itu saya tidak tahu apa – apa karena memang waktu itu saya masih belum cukup umur untuk memahami. Masih ingat ibuk opname di RS Hardjolukito untuk operasi. Lalu setelah itu bertahun – tahun setiap minggu kontrol di sardjito. Itu setiap hari kamis saya masih ingat, bapak saya selalu mengantar dan izin kerja kalau setiap kamis untuk mengantar ibu saya kontrol. Kalau tidak salah sampai 4 atau 5 tahun. Ibuk adalah orang yang telah dipilih Allah untuk menerima salah satu penyakit yang paling mematikan itu. Sebenarnya saya pernah bicara pada ibuk bahwa banyak obat itu tidak baik, tetapi ibuk bilang kalau dokter itu sudah pasti tahu batas manusia, mereka sekolah dan lebih tahu daripada kita. 

Saya memang tidak tahu tetapi saya yakin waktu itu kekuatan doa adalah kuncinya. Ibuk tidak memilih jalan tradisional. Karena ibuk yakin dokter lebih profesional dan Allah lah yang memberi kesembuhan. Jadi, daripada mencari pengobatan yang paling menyembuhkan, kenapa tidak langsung meminta pada sang pemberi kesembuhan, sang pemberi nikmat. Dan obat yang dipilih ibuk selain obat – obatan medis yaitu Zam – zam dan madu, kadang sari kurma. Itu selalu ada di rumah kami. 

Sudah bertahun – tahun setelah peristiwa itu, semoga ibuk selalu sehat dan semoga saya tidak pernah lupa untuk selalu mendoakan ibuk dan bapak. Sehat – sehat nggih.



 Malang, 21 Desember 2017




Tidak ada komentar:

Posting Komentar