Bagiku puasa bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus. Terlebih dalam nafsu, ia menahan apa yang terjadi pada akibat yang ditimbulkan nafsu itu sendiri. Sayangnya, orang – orang berduyun duyun terikat dengan puasa hanya pada 30 hari pada bulan suci itu. Padahal sejatinya puasa ada dalam setiap sendi kehidupan bersifat general dan selamanya.
Dimulai dari imsak sampai maghrib,
tetapi menurutku puasa berawal dari lahir, sampai mati di dunia. Ia adalah
penyatuan jiwa dengan alamnya. Dalam artian menahan, ia sebenarnya bisa saja
dilakukan, tetapi kata menahan mempunyai artian yang lebih dalam. Merendahkan
ego dan mendahulukan yang lain, iya. Menurutku puasa ada dalam setiap hal yang
dialami manusia. Kalau orang – orang sudah dapat memahami apa arti puasa sebenarnya,
maka mungkin di dunia ini tidak akan ada koruptor, perampok, ataupun orang suci
yang memberi gelar sendiri.
‘Menahan dan mengendalikan’ mungkin
bukanlah suatu kalimat yang memiliki makna yang dalam, tetapi butuh effort lebih untuk melaksanakan. Hidup
ini bukanlah sekedar melahap dan menghabiskan, dalam penglihatan secara jiwa,
menurutku hidup harus dalam taraf seimbang. Menahan dan mengendalikan apa yang
bisa dilakukan menurutku adalah hal yang lebih utama. Ini bukan persoalan kalah
dan menang, karena jika hidup hanya terbatas oleh 2 hal itu maka hanya ada
hitam dan putih, bukan hanya benar dan salah karena mengalah dan
dikalahkan adalah jalan terbaik untuk kemenangan, menempatkan harga diri di atas parameter
capaian menjadikan ia tak mudah disentuh, apalagi dikalahkan oleh seorang pun.
Dan bukanlah kemenangan yang ingin kita dapatkan, melainkan kehidupan yng mulia
untuk sesama dan tuhanya, untuk kembali kepadaNya dalam bentuk yang sebaik
baiknya
Puasa bukan sekedar kemenangan pada
apa yang bisa dilakukan, padanya kita bersembah bahwa pengendalian terbaik
adalah dapat menahan pada apa yang dunia tawarkan padamu, pada setiap nafsu
yang ia gambarkan di depan matamu, pada setiap harumnya yang ia jejalkan di
penghujung hidungmu. Maka jika puasa hanya sekedar kemenangan, maka tak salah
jika egoisme menjadi senjata utama pada penutupan warung makan dan lain
sebagainya.
Puasa adalah bentuk keromantisan antara
hamba dengan tuhannya, ia hanya diketahui oleh pencipta dan tercipta karena
kebenaran dunia adalah hal yang relatif dan kebenaran akhirat adalah mutlak.
Dalam hal ibadah, tak ada yang bisa menilai tingkat puasa seseorang, Antara
murid dunia dengan murid lainnya, ia hanya bisa dinilai oleh ‘guru’nya, dalam
hal ini adalah ia, sang maha pemberi nilai pada rapor pertanggungjawaban
manusia atas apa yang dikerjakanya di sekolah bernama dunia, semasa hidupnya.
Semoga semua makhluk berbahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar